Opini mereka para pengais rejeki

Saat itu juga kuputuskan pergi ke pusat kota. Senja yang baru saja tumbuh terus bergerak melewati rumah – rumah peninggalan belanda, banyak yang telah beralih fungsi menjadi tempat usaha, dan yang lain nya dibiarkan terlantar tak terawat dan terkesan angker.

Aku mulai mencemaskan hujan yang akan turun. Langit telah memberikan pertanda jelas dengan awan pekat. Akhir – akhir ini cuaca sangat sulit di tebak. Beberapa hari yang lalu, hari yang cerah secerah sinar matahari namun di pertengahan waktu mendadak awan hitam datang tak lama kemudian turunlah hujan yang begitu lebatnya. pengunjung pun lari berhamburan menghindar dari siraman hujan, jalanan dan trotoar yang tadi nya ramai dengan para para pengunjung mendadak sepi.

Ku percepat laju motorku. Jalanan masih ramai dengan lalu lalang para pengunjung pasar.
Sesampainya nya disana ditempat dimana berkumpulnya para pengais rejeki dari pedagangang, kuli angkut, pengamen, pengemis tukang parkir dan segala jenis manusia dari yang sempat menikmati pendidikan dan tidak berpendidikan.

Ternyata media cukup berhasil membentuk pola pikir manusia sehingga menyimpulkan sesuatu hal dengan sedemikian gampangnya menyimpulkan sesuatu hal berdasarkan apa yang mereka lihat tidak berdasarkan fakta yang jelas dan banyak dari mereka membeo. Membeo atau mengikuti pendapat yang benar mengapa mengapa tidak, namun yang sering ku temui adalah follower yang ikut – ikutan.

Memang pola pikir manusia itu terbentuk dari faktor pendidikan, lingkungan sosial dan pengalaman. Akan tetapi yang kutemui mereka yang pernah menikmati bangku seolah dengan yang tidak same aje bro :mrgreen:

Meskipun sering ku coba memberikan pemahaman yang sebenarnya secara singkat dan tidak langsung. toh kenyataan nya mereka tetap berpatokan pada kekeliruan pandangan mereka. Jika ku utarakan argumen ku dengan dukungan fakta dan kenyataan, mereka diam dan menghindar mangalihkan pembicaraan ke hal yang lain, tak jarang pula mereka berlalu pergi.

Bukannya aku merasa lebih jenius dari mereka, lebih paham dengan hal tersebut atau lebih mumpuni memberikan pandangan. Aku angkat bicara karena secara naluriah saja dan itu pun jika aku faham dan tau tentang apa yang menjadi bahasan saat itu, jika tidak tau atau cuma tau sedikit aku lebih memilih menjadi pendengar yang baik, dan yang pasti aku tidak begitu menerima saja.

contoh sederhana begini :

Pada suatu ketika …
Sesama orang perantauan tak jarang rasa rindu kampung halaman datang menyesakkan dada, apa daya saatnya belum tiba, waktu nya belum tepat untuk pulang.

Seorang teman sesama perantauan sedang asik menikmati mp3 melalui Handphon dan sesekali menyanyi mengharu biru dengan sangat menghayati tentunya pada reff nya saja. Dia berujuar kalau lagu itu bagus, mengingatkannya pada kampung halaman, sanak saudara, orang tua yang jauh dikampung. Aku hanya berkata
“Ingat orang tua ? mengapa tidak kirim doa selepas shalat, atau baca al – qur’an kirimkan kepada mereka?” Karena ku tau pasti dia itu sama seperti ku yaitu muslim. Dia diam dan beranjak pergi, terlihat dimatanya rasa tidak sukanya :mrgreen:

Sebenarnya ada banyak cerita, namun karena saat ku menulis ini sisa quota modem mulai kritis …. :mrgreen:

4 thoughts on “Opini mereka para pengais rejeki

  1. Yah itulah pola pikir orang, selalu berbeda dan tak akan pernah sama 😀
    Tapi kalo pola pikir yang salah, ya harus dibenerin.
    Masa mau jalan di jalur yang salah terus? :Mrgreen:

    • @Zippy
      iya memang harus seperti itu, namun kadang jika berhadapan dengan usia lebih tua mereka memandang remeh dan tidak peduli, sama seperti tulisan diatas “beranjak pergi” :mrgreen:

    • @Yos Beda
      Bukan belajar dilapangan bro tapi dipaksa bertemu dilapangan hal seperti setiap hari, panas kuping kalo denger tiap hari, jelas – jelas keliru tapi masih dipertahankan, contoh: kalo ada tokek di rumah pasti bakal banyak dapet rejeki. Terus ku bilang emang tokek yang ngasih rejeki :mrgreen:

Tinggalkan Balasan ke abanxcfendy Batalkan balasan