Tentang air yang jatuh dari langit

Malam telah datang, namun mendung di langit tak juga hilang hanya rinai hujan yang perlahan turun, tak ada kerlip bintang nun jauh diatas langit. Cuaca bulan ini sangat sulit di terka pagi nya cerah akan tetapi pertengahan hari awan hitam menggumpal datang  tak lama berselang hujan, basah, dingin. Bukankah hujan adalah air ? apakah air yang jatuh dari langit laksana pelor yang lepas dari selongsong dan siap melukai atau membunuh ?  Tidak … tidak sama sekali, air tidak kotor. Pernah ku tampung  curahan air dari langit yang bernama hujan ke dalam ember plastik, ku lihat dan ku perhatikan sangat jernih, ku ciduk sekedar untuk melepas rasa dahaga, rasanya begitu gurih, begitu nikmat.

Hujan adalah rahmat, sumber dari kehidupan namun tak sedikit manusia yang dangkal pengetahuan mencerca dengan sumpah serapah membeci hujan, mereka berlari dengan sangat ketakutan mencari tempat yang tak terkena hujan. Hujan bagaikan momok yang sangat mengerikan seperti algojo yang siap mencabut nyawa. Jika tidak pernah kah dari bibir terlontar ucapan syukur atau pujian kepada sang pencipta air walau hanya dalam hati.

Artinya: “Barangiapa mensyukuri nikmat-Ku, maka akan Ku tambahkan nikmat baginya. Dan barangsiapa kufur terhadap nikmatKu, sesungguhnya adzab-Ku amat pedih.” (Q.S. Ibrahim : 7)

Kumpulan nya menghantarkan bayangan di kepala ke negeri kenangan dengan segalur rasa kerinduan, sendu bayangan tentang orang yang pernah meninggalkan kesan di jiwa, atau tentang rindu seorang anak akan rumah nya di seberang lautan, mungkin saja tentang seorang gadis menanti sang pujaan yang hilang tak berbekas dengan satu titipan dia akan kembali. Bagiku hujan adalah nyanyian jiwa obat pelipur kerontang jiwa, kidung dari langit tentang rahmat agar mengenang apa yang melekat dalam benak ketika hari telah terlewati, tentang masa hidup dalam kehidupan terdahulu untuk kita dan semua 🙂

Sepenggal ucapan syukur tak ada salahnya, tak begitu sulit untuk mengucap alhamdulillah.